
10 Komoditi yang Memberi Sumbangan Besar Terhadap Garis Kemiskinan di DKI Jakarta
Pertumbuhan Garis Kemiskinan pada Maret 2019 ini merupakan yang tertinggi selama 4 tahun terakhir (Maret 2016-Maret 2019) dengan besaran nilai rupiah mencapai 637.260 rupiah per kapita per bulan atau naik 4,85% dari September 2018
Berdasarkan data Berita Resmi Statistik tentang tingkat kemiskinan dan ketimpangan di DKI Jakarta yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, persentase penduduk miskin DKI Jakarta pada Maret 2019 sebesar 3,47 persen. Tingkat kemiskinan DKI Jakarta ini merupakan yang paling rendah diantara 34 provinsi lainnya di Indonesia bahkan persentase tersebut merupakan yang terendah dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
Jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh besarnya Garis Kemiskinan (GK). Garis Kemiskinan atau batas kemiskininan adalah suatu ukuran nilai rupiah yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok makanan dan non makanan. Oleh karena itu GK merupakan penjumlahan Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per bulan dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Sedangkan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan.
Berdasarkan data Survei Ekonomi Nasional pertumbuhan Garis Kemiskinan pada Maret 2019 ini merupakan yang tertinggi selama 4 tahun terakhir (Maret 2016-Maret 2019) dengan naik sebesar 4,85% dari September 2018. Besaran nilai rupiah Garis Kemiskinan di DKI Jakarta pada Maret 2016 sebesar 510.359 rupiah per kapita per bulan dan terus meningkat mencapai 637.260 rupiah per kapita per bulan di Maret 2019. Rata-rata pertumbuhan GK di DKI Jakarta sebesar 3,82% setiap tahunnya. Sedangkan, rata-rata pertumbuhan GK makanan dan non makanan masing-masing sebesar 3,81% dan 2,69%.
Seperti pada periode-periode sebelumnya, GK Makanan merupakan komponen yang memberikan kontribusi yang lebih besar dibandingkan dengan GK Non Makanan dengan distribusi sebesar 67,46%. Dari 52 jenis komoditi kebutuhan dasar makanan yang menjadi ukuran GKM terdapat 10 komoditi yang memberikan kotribusi besar terhadap GKM. Komoditi beras masih menjadi yang paling besar berkontribusi dengan persentase sebesar 22,06%. Kontribusi terbesar kedua juga masih pada kebutuhan rokok kretek filter dengan persentase sebesar 16,88%. Sementara dalam mengukur GKNM, dari 51 jenis komoditi terdapat 10 komoditi yang memberikan kotribusi besar terhadap GKNM. Kebutuhan dasar akan perumahan dan listrik merupakan kebutuhan terbesar bagi penduduk miskin dengan kontribusi 33,48% dan 21,51%.
Adapun sepuluh komoditi yang berkontribusi besar terhadap Garis Kemiskinan Makanan diantaranya yaitu beras, rokok kretek filter, daging ayam ras, telur ayam ras, mie instant, ikan kembung, kopi bubuk & kopi instan, daging sapi, susu kental manis dan biskuit. Jika sepuluh komoditi tersebut dibandingkan dengan semester sebelumnya pada Maret 2018, terdapat beberapa komoditi yang mengalami penurunan terutama pada komoditas utama yaitu beras turun sebesar 1,66 poin. Hal ini sehubungan dengan nilai GK Makanan yang turun 1 poin dari Maret 2018. Namun untuk komoditas rokok kretek filter justru mengalami kenaikan sebesar 0,99 poin.
Jika Garis Kemiskinan Makanan mengalami penurunan maka pada Garis Kemiskinan Non Makanan mengalami penurunan sebesar 1 poin. Adapun sepuluh komoditi yang berkontribusi besar terhadap Garis Kemiskinan Non Makanan diantaranya yaitu perumahan, listrik, bensin, pendidikan, angkutan, air, perlengkapan mandi, kesehatan, pakaian jadi perempuan dewasa dan pakaian jadi anak-anak. Sama seperti halnya komoditas utama beras pada GKM yang mengalami penurunan di Maret 2019, komoditas utama perumahan pada GKNM juga mengalami penurunan sebesar 2,21 poin. Sedangkan komoditas kedua tertinggi yaitu listrik mengalami kenaikan sebesar 3,91 poin.
Sumber : Badan Pusat Statistik DKI Jakarta
Penulis : Khoirun Nisa
Editor : Hepy Dinawati