
DKI Jakarta Tutup 2022 dengan Penguatan Ekonomi
Sejak 2018, hanya pada 2020 PDRB kumulatif DKI Jakarta mengalami minus growth, atau tepat pada saat pandemi COVID-19 dimulai
Indonesia merupakan salah satu negara dengan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) besar. Bahkan, menurut International Monetary Fund (IMF) dalam World Economic Outlook Database yang dirilis Oktober 2022 lalu, Indonesia berada pada peringkat 17 negara dengan PDB terkuat di dunia[1]. Hal tersebut mungkin tidak terlalu mengejutkan mengingat Indonesia baru saja menjadi tuan rumah dari G20 Summit, sebuah perhelatan akbar yang diselenggarakan oleh Group of Twenty (G20), forum kerja sama multilateral yang berisi negara-negara dengan ekonomi terkuat di dunia dan Uni Eropa.
Meski demikian, hingga mencapai titik tersebut, Indonesia memiliki sejarah panjang dan dinamikanya tersendiri. Pada tahun 1980-an, integrasi ekonomi antara sektor produksi dan spasial diperoleh, bersamaan dengan laju pertumbuhan manufaktur yang melampaui sektor pertanian[2]. Pada periode ini juga, tepatnya dari 1970 hingga 1980, PDB per kapita Indonesia meningkat hingga 545% akibat dari peningkatan keuntungan dari ekspor minyak sejak 1973 hingga 1979[3].
Kemudian pada 1999, Indonesia mulai bergabung dengan G20. Saat itu, Indonesia dinilai sebagai salah satu emerging economy yang mempunyai ukuran dan potensi ekonomi sangat besar di kawasan Asia. Saat itu, Indonesia masih dalam tahap pemulihan setelah krisis ekonomi 1997-1999[4]. Emerging Market Economy sendiri singkatnya adalah ekonomi yang sedang bertransformasi menjadi ekonomi yang maju. Kemudian, ekonomi Indonesia terus tunjukkan tren kenaikan hingga saat ini.
Tren ekonomi yang meningkat ini juga dialami oleh DKI Jakarta. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) DKI Jakarta juga kembali tunjukkan tren positif setidaknya dua tahun terakhir, atau tepatnya pada 2021 dan 2022, setelah sempat terpuruk akibat pandemi COVID-19 pada 2020. PDRB sendiri merupakan salah satu indikator untuk mengukur pertumbuhan ekonomi suatu daerah.
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta
Pertumbuhan PDRB DKI Jakarta secara cumulative-to-cumulative (c-to-c) pada 2022 alami kenaikan hingga mencapai 5,25%. Pengertian cumulative-to-cumulative sendiri ialah performa secara kumulatif (Januari hingga Desember) pada tahun tertentu, dibandingkan dengan tahun sebelumnya, atau dalam hal ini, 2022 dibandingkan dengan 2021. Setidaknya sejak 2018, hanya pada 2020 PDRB kumulatif DKI Jakarta mengalami minus growth.
Sedangkan performa PDRB DKI Jakarta pada triwulan IV 2022 dibandingkan dengan periode yang sama pada 2021 (year-on-year) juga mengalami pertumbuhan sebesar 4,85%. Peningkatan juga terjadi dibandingkan dengan triwulan III 2022 dengan 2,69%. Peningkatan aktivitas dan mobilitas masyarakat yang terus membaik menjadi pendorong utama tumbuhnya perekonomian Jakarta.
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta
Secara spesifik, jika dilihat menurut lapangan usaha, pertumbuhan PDRB DKI Jakarta yang terbesar dialami oleh sektor jasa lainnya dengan 15,27%, disusul penyediaan akomodasi dan makan minum dengan 9,31% dan jasa kesehatan dan kegiatan sosial dengan 9,28%. Kenaikan ini didorong oleh meningkatnya rata-rata Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel di Jakarta dan peningkatan aktivitas makan minum di restoran. Sedangkan kenaikan di sektor jasa lainnya diakibatkan oleh tingginya mobilitas masyarakat yang secara tidak langsung berdampak pada meningkatnya aktivitas hiburan dan pariwisata. Kemudian, terdapat tiga sektor yang mengalami penurunan, di antaranya: jasa pendidikan (0,11%); pengadaan listrik dan gas (2,38%); dan pertambangan dan penggalian (5,42%).
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta
Berbicara mengenai PDRB, tidak lepas dari dua hal: harga konstan dan harga berlaku. Secara definisi, harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku satu tahun tertentu sebagai dasar, misalnya 2010. Tujuannya untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi secara riil dari tahun ke tahun tanpa terpengaruh faktor harga. Sedangkan harga berlaku, menggambarkan tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun berjalan, dalam hal ini 2022. Tujuannya untuk mengetahui kemampuan sumber daya ekonomi, pergeseran, dan struktur ekonomi suatu daerah.
Menurut lapangan usaha dan atas dasar harga konstan, perdagangan besar dan eceran; reparasi mobil dan sepeda motor berkontribusi besar terhadap total PDRB dengan jumlah hingga Rp307,75 triliun atau 15,75%. Sedangkan atas dasar harga berlaku, sektor ini menyumbang ke PDRB hingga Rp555,57 triliun.
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta
Sementara itu, jika dilihat menurut pengeluaran, atas dasar harga konstan, impor barang-barang dan jasa-jasa berkontribusi hingga Rp2.415,56 triliun, atau mengalami pertumbuhan sekitar Rp324,44 triliun. Perubahan inventori menjadi yang terkecil dengan hanya Rp12,71 triliun. Di sisi lain, jika dilihat atas dasar harga berlaku, kontribusi impor barang-barang dan jasa-jasa mencapai Rp2.415,56 triliun. Peningkatan aktivitas masyarakat juga mendorong tumbuhnya pengeluaran konsumsi rumah tangga hingga 5,64%.
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta
Penulis: Muhammad Iko Dwipa Gautama
Editor: Hepy Dinawati dan Farah Khoirunnisa
Referensi:
[1] International Monetary Fund, “World Economic Outlook Database”, https://bit.ly/IMFReportOct2022 (Kamis, 16 Februari 2023)
[2] R.Z. Leirissa, dkk., Sejarah Perekonomian Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1996)
[3] World Resources Institute, “Economics, Business, and the Environment – GDP: GDP per capita, current US dollars”, https://web.archive.org/web/20110810092253/https://earthtrends.wri.org/text/economics-business/variable-638.html (Kamis, 16 Februari 2023)
[4] Kanya Anindita Mutiarasari, detik.com, “Kapan Indonesia Masuk G20? Ini Awal Mulanya” https://news.detik.com/berita/d-6404955/kapan-indonesia-masuk-g20-ini-awal-mulanya (Kamis, 16 Februari 2023)