Kajian

Minat Penduduk dari Luar DKI Jakarta untuk Datang ke DKI Jakarta pada Masa Pandemi Covid-19

DKI Jakarta merupakan pusat kegiatan ekonomi regional, nasional, dan internasional dimana hampir 80% kegiatan ekonomi Indonesia berpusat di DKI Jakarta, bahkan 65% uang nasional beredar di wilayah ibu kota ini [1]. Ditambahkan lagi kejelasannya yang dituangkan di dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia Pasal 1 Ayat 6, menjelaskan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, selanjutnya disingkat Provinsi DKI Jakarta, adalah provinsi yang mempunyai kekhususan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah karena kedudukannya sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bahwa Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagai pusat pemerintahan, dan sebagai daerah otonom berhadapan dengan karakteristik permasalahan yang sangat kompleks dan berbeda dengan provinsi lain, seperti permasalahan urbanisasi, keamanan, transportasi, lingkungan, pengelolaan kawasan khusus, dan masalah sosial kemasyarakatan lain yang memerlukan pemecahan masalah secara sinergis melalui berbagai instrumen [2]. Banyaknya pembangunan di DKI Jakarta memicu pertumbuhan dalam berbagai sektor kehidupan, termasuk jumlah penduduk di ibu kota yang selalu bertambah seiring berjalannya waktu. Penambahan penduduk bukan hanya disebabkan oleh angka kelahiran penduduk yang tinggi, melainkan para pendatang dari berbagai daerah [3]. Pendatang atau orang-orang yang pindah ke kota, biasanya memiliki tujuan untuk mengubah hidup menjadi lebih baik seperti contohnya mendapatkan pekerjaan dan kehidupan yang lebih layak dibandingkan dengan desa tempat tinggalnya [4].

Adanya fakta bahwa DKI Jakarta menjadi salah satu zona merah ketika berlangsungnya pandemi Covid-19 di tahun 2020 kemarin, ternyata tak menyurutkan ratusan ribu orang untuk datang ke DKI Jakarta. Dilansir dari Tirto.id, Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Anies Baswedan menegaskan bahwa setiap orang berhak pergi dan bekerja di manapun, termasuk di DKI Jakarta. Menyadari hal tersebut, Gubernur DKI Jakarta lebih memilih untuk fokus pada keterampilan kelompok pendatang yang ingin tinggal di DKI Jakarta. Pendatang harus punya keahlian bekerja atau berwirausaha dan memastikan sudah memiliki jaminan kesehatan [5].

Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi DKI Jakarta [6]

         Grafik di atas merupakan tren pelaporan kedatangan penduduk ke DKI Jakarta pada tahun 2020. Dari grafik di atas, terlihat jumlah pelaporan kedatangan penduduk mengalami fluktuasi yang cukup signifikasi pada dua trimester pertama. Pada Januari 2020, jumlah pelaporan kedatangan penduduk berjumlah 13.363 orang. Pada Februari 2020 terjadi penurunan jumlah pelaporan penduduk yang datang ke DKI Jakarta, akan tetapi tidak menunjukkan selisih yang cukup besar yaitu 11.888 orang atau selisih 1.475 orang dibandingkan dengan Januari 2020. Penurunan yang cukup tinggi mulai terlihat saat memasuki Maret 2020. Pada Maret 2020, jumlah pelaporan kedatangan penduduk ke DKI Jakarta mengalami penurunan yang cukup signifikan yaitu sebanyak 7.421 orang atau lebih sedikit 4.467 orang dibandingkan dengan bulan Februari dan 5.942 orang dibandingkan dengan Januari 2020. Turunnya jumlah pelaporan kedatangan penduduk ke DKI Jakarta pada Maret 2020 juga bersamaan dengan mulai merebaknya Covid-19 ke Indonesia sejak 2 Maret 2020 yang telah dikonfirmasi oleh Presiden Republik Indonesia [7].

Tidak berhenti sampai di situ, pada April 2020 ternyata jumlah pelaporan kedatangan penduduk juga mengalami penurunan dimana hanya tercatat sebanyak 2.288 orang. Jika dilihat trennya pada trimester kedua, dari bulan Januari sampai dengan Juni 2020, April merupakan bulan yang memiliki jumlah pelaporan kedatangan penduduk ke DKI Jakarta paling sedikit. Hal ini bersamaan dengan adanya pemberitaan bahwa DKI Jakarta masih menjadi provinsi dengan jumlah kasus terkonfirmasi Covid-19 tertinggi. Salah satunya dilansir dari Kompas.com yang memberitakan bahwa dari lima provinsi dengan kasus Covid-19 terbanyak, DKI Jakarta masih berada pada urutan pertama di Indonesia [8]. Di samping itu, Gubernur Provinsi DKI Jakarta juga telah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang disahkan dalam Peraturan Gubernur Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Penanganan Corona Virus Disease di Provinsi DKI Jakarta pada 9 April 2020. Maka dari itu seluruh kegiatan di ibu kota, baik dari segi kegiatan perekonomian, sosial, budaya, keagamaan, dan pendidikan, resmi diberlakukan pembatasan [9].

Mulai memasuki Mei 2020, jumlah pelaporan kedatangan penduduk ke DKI Jakarta mulai merangkak naik kembali, yaitu sebesar 3.248 orang. Jumlah kenaikan ini tidak begitu tinggi jika dibandingkan dengan April 2020. Pada 14 Mei 2020, Gubernur DKI Jakarta telah resmi mengeluarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 47 Tahun 2020 tentang Pembatasan Kegiatan Berpergian Keluar dan/atau Masuk Provinsi DKI Jakarta Dalam Upaya Pencegahan dan Penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19). Di samping itu, pemerintah juga merencanakan untuk menutup pintu masuk bagi Warga Negara Asing (WNA), bukan hanya yang datang untuk menetap, bahkan yang hanya sekedar berkunjung atau transit pun dihentikan. Terkecuali pemegang Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS), Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP), izin diplomatik, dan pemegang tinggal dinas [10].

Selain alasan di atas, pada 22 Mei 2020 bertepatan dengan momentum Hari Raya Idul Fitri. Hal ini tentu saja dapat menjadi salah satu faktor bertambahnya kasus Covid-19 di DKI Jakarta karena pra dan pasca selama perayaan tersebut berlangsung mobilitas penduduk DKI Jakarta menjadi tinggi. Pasca lebaran setiap tahunnya orang yang datang ke ibu kota lebih besar daripada jumlah pemudik. Biasanya Sebagian pemudik membawa teman, kerabat atau tetangga untuk mengadu nasib di ibu kota yang dikenal dengan faktor sentifugal. Faktor sentifugal sendiri adalah kekuatan yang mendorong penduduk untuk meninggalkan daerahnya dikarenakan beberapa faktor seperti kurangnya kesempatan kerja dan lain sebagainya [11]. Namun, sebelum memasuki Hari Raya Idul Fitri, Gubernur Provinsi DKI Jakarta kembali menyiapkan regulasi pembatasan bagi masyarakat yang akan datang ke wilayah ibu kota pasca lebaran [12]. Masyarakat yang mudik keluar DKI Jakarta pada Hari Raya Idul Fitri 1441 Hijriah terancam tidak bisa kembali ke ibu kota jika tanpa mempunyai Surat Izin Keluar-Masuk (SIKM) DKI Jakarta, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengklaim aturan itu diterapkan untuk mencegah penyebaran Covid-19 di DKI Jakarta [13]. SIKM merupakan surat izin keluar/masuk yang diterbitkan guna membatasi pergerakan penduduk sehingga dapat mencegah kemungkinan melonjaknya kasus Covid-19. Surat ini memungkinkan orang-orang yang tinggal di luar Jabodetabek untuk masuk ke DKI Jakarta dengan persyaratan tertentu [14]. Meskipun beberapa regulasi di atas telah diberlakukan untuk menekan kasus pertambahan Covid-19, dorongan orang untuk masuk ke DKI Jakarta pada Mei 2020 tetap ada.

Memasuki Juni 2020, Pemerintah Pusat mulai memberlakukan ‘new normal’ atau Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi setelah masa perpanjangan PSBB di DKI Jakarta berakhir, tepatnya pada 4 Juni 2020 [15]. Menurut Irma Hidayana, penggagas Lapor Covid-19, pembatasan perjalanan dari dan menuju DKI Jakarta selama pandemi dijalankan secara tidak konsisten [13]. Adapun Dirlantas Polda Metro Jaya, Kombes Sambodo Purnomo mengatakan bahwa mereka yang tidak memiliki SIKM bisa tetap masuk ke DKI Jakarta. Syaratnya orang tersebut harus menjalani karantina selama 14 hari di pusat kesehatan yang dikendalikan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta [13]. Pelonggaran PSBB ini berbanding lurus dengan grafik di bulan Juni dan Juli yang merangkak naik dan cukup tinggi selisihnya dibandingkan dengan bulan April dan Mei. Kestabilan grafik pelaporan kedatangan penduduk dari luar dan menuju ke DKI Jakarta pada 2020 sejak Juni hingga Desember dikarenakan diberlakukannya new normal dengan mengubah kebijakan PSBB menjadi PSBB Transisi sejak 5 Juni 2020 [16]. Pada semester kedua di tahun 2020 juga terlihat kenaikan dan penurunan jumlah penduduk dari luar DKI Jakarta yang datang ke DKI Jakarta namun tidak menunjukkan selisih yang besar di masing-masing bulannya. Penurunan pada grafik September dan Oktober 2020 bersamaan dengan kebijakan Gubernur Provinsi DKI Jakarta untuk melangsungkan kembali PSBB ketat selama 2 jilid yaitu pada 14 September-27 September dan diperpanjang lagi hingga 11 Oktober 2020 [17].

Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi DKI Jakarta [6]

 Jika dilihat berdasarkan wilayah administratif, Jakarta Timur hampir selalu menempati urutan pertama perihal kedatangan penduduk dari luar DKI Jakarta, begitupun selama masa pandemi Covid-19 berlangsung. Secara luas wilayah, Jakarta Timur adalah wilayah administratif di DKI Jakarta terluas yang memiliki luas wilayah 188,03 km2 atau 28,39% dari total keseluruhan luas wilayah DKI Jakarta [18]. Kota ini juga memiliki potensi dalam pengembangan industri seperti PT. Jakarta Industrial Estate Pulogadung (PT.JIEP), Gandaria, Pasar Rebo, PIK Pengilingan, dan Sentra Usaha Industri Kecil (SUIK) Pulogadung [19]. Sektor industri ini bisa menjadi daya tarik kedatangan penduduk dari luar DKI Jakarta ke wilayah Jakarta Timur. Salah satu Kawasan industri yang cukup besar dan terkenal di wilayah ini dikelola oleh PT. Jakarta Industrial Estate Pulogadung (PT. JIEP). PT. JIEP pun diketahui sedang mengembangkan kawasannya menjadi modern dan terintegrasi. Hal ini dikemukakan oleh Direktur Utama JIEP Landi Rizaldi Mangaweang saat menerima kunjungan Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta Ahmad Riza Patria. Direktur Utama JIEP mengatakan akan melakukan rencana ulang (re-master plan) Kawasan Industri Pulogadung guna memberi nilai tambah yang lebih tinggi terhadap kawasan industri yang telah berdiri sejak 1973 tersebut [20]. Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta turut meninjau proses pengembangan Kawasan Industri Pulogadung. Pengembangan kawasan tersebut direncanakan menjadi kawasan terpadu yang memiliki beragam fasilitas publik seperti rusunawa, rumah sakit, sekolah, transportasi publik terintegrasi hingga disediakannya Ruang Terbuka Hijau (RTH) seluas 94 hektare dalam konsep re-master plan 2019-2023 [21]. Penduduk dari luar DKI Jakarta yang datang ke Jakarta Timur karena faktor sentifugal akan bisa mendapatkan kebutuhannya yang meliputi ekonomi, hunian, dan fasilitas penunjang kehidupan lainnya.

Berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 1227 Tahun 1989 tentang Penyempurnaan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1251 Tahun 1986 tentang Penghapusan, Pemekaran, dan Penyatuan Batas Wilayah, Jakarta Timur memiliki lahan daratan yang paling luas dibandingkan dengan 6 wilayah administratif lainnya yaitu dengan luas 187,73 km2. Lalu ditambahkan kembali dengan kebijakan pembangunan kawasan yang diusulkan dalam sistem pusat kegiatan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2030. Jakarta Timur sendiri kebagian dalam kegiatan primer sebagai pusat kegiatan, yaitu tepatnya di Sentra Primer Baru Timur (SPBT) didasarkan pada Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1629 Tahun 1986 tentang Penguasaan Perencanaan untuk Pelaksanaan Pembangunan Kawasan. SPBT dirancang sebagai pusat bisnis yang berkaki industri. Perkembangan industri di wilayah Cakung dan Cilincing telah memberikan prospek yang baik bagi SBPT, sehingga properti-properti yang dibangun telah disesuaikan dengan profil pekerja industri dan mengikuti kemauan pasar dengan karakter menengah ke bawah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Jakarta Timur banyak yang diminati oleh penduduk dari luar DKI Jakarta untuk datang ke sana dilihat dari luas lahan, peruntukkan lahannya, kesempatan untuk mencari pekerjaan, dan mencari properti yang terjangkau.

Kepulauan Seribu berbanding terbalik dengan Jakarta Timur yang memiliki lahan daratan paling sempit dengan luas 11,81 km2. Sedangkan, untuk kebijakan pembangunan kawasan yang diusulkan dalam sistem pusat kegiatan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2030. Kepulauan Seribu sendiri kebagian dalam kegiatan sekunder, sebagai pusat kegiatan, yaitu tepatnya di Pulau Pramuka. Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Strategi Penataan Ruang yang mana fungsinya digunakan untuk melaksanakan konservasi kawasan lindung dan sumber daya air serta pengembangan ruang terbuka hijau untuk keseimbangan ekologi kota dan menjadikannya sebagai pariwisata [22]. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hanya sedikit berminat penduduk dari luar DKI Jakarta yang berminat untuk datang ke sana karena dapat dilihat dari luas lahan, peruntukkan lahannya, dan kesempatan untuk mencari pekerjaan.

DKI Jakarta sebagai ibu kota sangat menarik minat penduduk dari luar wilayahnya untuk datang bahkan menetap di kota ini. Bahkan pada masa pandemi Covid-19 tidak menyurutkan keinginan penduduk untuk bisa datang ke DKI Jakarta di tengah kemungkinan terburuk untuk datang ke lokasi yang tingkat penyebarannya cukup tinggi. Dari setiap peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah, penduduk masih tetap berusaha untuk bisa menembus dinding peraturan yang dibuat. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah dan akan terus berupaya menekan mobilitas penduduk, baik yang masuk maupun keluar DKI Jakarta guna menekan penyebaran Covid-19. Mendekati momen lebaran di tahun 2021 ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sepakat akan peraturan Pemerintah Pusat melalui surat edaran Satgas Covid-19 yang melarang warga untuk melakukan aktivitas mudik pada lebaran 2021 [23]. Aturan ketat terkait perjalanan pada lebaran 2021 juga akan diberlakukan kembali seperti pada tahun sebelumnya yaitu menggunakan Surat Izin Keluar Masuk (SIKM) yang berlandaskan pada Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 47 Tahun 2020 yang mana agar petugas dapat menindak para pemudik dengan regulasi hukum yang jelas [24]. Oleh karenanya, diharapkan kepada seluruh masyarakat dapat bersama-sama menjaga dan menaati regulasi yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Adapun regulasi yang telah dan akan dibentuk bukan bermaksud untuk melarang penduduk atau masyarakat untuk dapat memasuki wilayah DKI Jakarta namun diperuntukkan untuk menekan laju penyebaran Covid-19.

 

Referensi

[1] Rahmatulloh, “Dinamika Kependudukan di Ibukota Jakarta,” Deskripsi Perkembangan Kuantitas, Kualitas dan Kesejahteraan Penduduk, pp. 54-67, 2017.

[2] “UU Nomor 29 Tahun 2007,” 30 Juli 2007. [Online]. Available: https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&ved=2ahUKEwjpnrbFmv3vAhVxzDgGHaYpD6cQFjAAegQIBRAF&url=https%3A%2F%2Fperaturan.bpk.go.id%2FHome%2FDownload%2F29517%2FUU%2520Nomor%252029%2520Tahun%25202007.pdf&usg=AOvVaw2qHp17QYWehI6kNsZswgyY.

[3] R. N. Velarosdela, “Menilik Alasan Jakarta yang Menjadi Magnet Urbanisasi,” 24 Maret 2021. [Online]. Available: https://megapolitan.kompas.com/read/2021/03/24/09141451/menilik-alasan-jakarta-yang-menjadi-magnet-urbanisasi?page=all.

[4] F. H. Harsono, “Tren Urbanisasi, Apa Motivasi Orang Bertahan Hidup di Kota?,” 17 November 2018. [Online]. Available: https://www.liputan6.com/health/read/3693685/tren-urbanisasi-apa-motivasi-orang-bertahan-hidup-di-kota.

[5] W. U. N. Zuhra, “Kelebihan Populasi, Masalah Jakarta yang selalu gagal diatasi,” 24 06 2020. [Online]. Available: https://tirto.id/kelebihan-populasi-masalah-jakarta-yang-selalu-gagal-diatasi-fK2l.

[6] D. K. d. P. Sipil, “Jakarta Open Data,” 2020. [Online]. Available: https://data.jakarta.go.id/dataset/data-jumlah-pelaporan-kedatangan-penduduk-dari-luar-provinsi-dki-jakarta-per-kelurahan-tahun-2020.

[7] T. T. S. Berty, “Kasus Pertama Virus Corona di Indonesia Jadi Sorotan Dunia,” 2 Maret 2020. [Online]. Available: https://www.liputan6.com/global/read/4191815/kasus-pertama-virus-corona-di-indonesia-jadi-sorotan-dunia.

[8] J. G. Rizal, “Kasus Covid-19 di Indonesia Selama April dan Prediksi Bulan Mei,” 1 Mei 2020. [Online]. Available: https://www.kompas.com/tren/read/2020/05/01/190604465/kasus-covid-19-di-indonesia-selama-april-dan-prediksi-bulan-mei?page=all.

[9] T. Sutrisna , “Berlaku 14 Hari, Penerapan PSBB di Jakarta Sampai 23 April 2020,” 9 April 2020. [Online]. Available: https://megapolitan.kompas.com/read/2020/04/09/23332221/berlaku-14-hari-penerapan-psbb-di-jakarta-sampai-23-april-2020.

[10] N. Aldila, “Pandemi Corona, Pemerintah Tutup Akses WNA Masuk Indonesia,” 31 Maret 2020. [Online]. Available: https://kabar24.bisnis.com/read/20200331/15/1220200/pandemi-corona-pemerintah-tutup-akses-wna-masuk-indonesia.

[11] A. A. E, “Apa Hubungannya Mobilitas Penduduk dengan Mudik? | Geografi Kelas 11,” 19 Mei 2020. [Online]. Available: https://www.ruangguru.com/blog/apa-hubungannya-mobilitas-penduduk-dengan-mudik/.

[12] F. “Pemprov DKI Jakarta Susun Aturan Pembatasan Orang Datang ke Jakarta Usai Lebaran,” 4 Mei 2020. [Online]. Available: https://mnctrijaya.com/news/detail/31955/pemprov-dki-jakarta-susun-aturan-pembatasan-orang-datang-ke-jakarta.

[13] B. N. Indonesia, “Covid-19: Masyarakat ‘bingung’, pemudik harus kantongi SIKM ke Jakarta tapi ada ‘new normal’ aktivitas publik,” 27 Mei 2020. [Online]. Available: https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-52813862.

[14] N. Ramadhani, “SIKM DKI Jakarta Masih Berlaku, Ini Cara Urusnya,” 23 Juni 2020. [Online]. Available: https://travel.kompas.com/read/2020/06/23/151500427/sikm-dki-jakarta-masih-berlaku-ini-cara-urusnya?page=all#:~:text=SIKM%20merupakan%20Surat%20Izin%20Keluar,Jabodetabek%20untuk%20masuk%20ke%20Jakarta..

[15] S. H. Wiratama, “New Normal Ala Jakarta,” 8 Juni 2020. [Online]. Available: https://news.detik.com/x/detail/investigasi/20200608/New-Normal-Ala-Jakarta/.

[16] T. Detikcom, “Timeline PSBB Jakarta hingga Tarik Rem Darurat,” 10 September 2020. [Online]. Available: https://news.detik.com/berita/d-5167032/timeline-psbb-jakarta-hingga-tarik-rem-darurat/3.

[17] Kompas.com, “Pengetatan PSBB Jakarta Diperpanjang hingga 11 Oktober 2020,” 24 September 2020. [Online]. Available: https://megapolitan.kompas.com/read/2020/09/24/17212041/pengetatan-psbb-jakarta-diperpanjang-hingga-11-oktober-2020.

[18] Statistik Jakarta, “Kota Administrasi Jakarta Timur,” 2 Agustus 2018. [Online]. Available: https://statistik.jakarta.go.id/jakarta-timur/.

[19] H. Herbandi, “DESKRIPSI KOTA JAKARTA TIMUR OBJEK PENELITIAN,” 13 Desember 2016. [Online]. Available: https://tulisan-hherbandi.blogspot.com/2016/12/deskripsi-letak-dan-geografis.html.

[20] M. D. Gayati, “PT JIEP kembangkan kawasan industri Pulogadung jadi terintegrasi,” 25 Juli 2020. [Online]. Available: https://www.antaranews.com/berita/1633046/pt-jiep-kembangkan-kawasan-industri-pulogadung-jadi-terintegrasi.

[21] P. A. Yuliani, “Remaster Plan, Kawasan Industri Pulogadung bakal Disulap,” 25 Juli 2020. [Online]. Available: https://mediaindonesia.com/megapolitan/331605/remaster-plan-kawasan-industri-pulogadung-bakal-disulap.

[22] F. Kurniawati, “Analisis Kebijakan Pengembangan Wilayah Dengan Dukungan Transportasi Antar Pulau Di Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu,” Balitbanghub, Volume 22, Nomor 12, p. 1303, 2010.

[23] A. Faisol, “Pemprov DKI Kaji Penerapan Surat Izin Keluar Masuk Jakarta Terkait Larangan Mudik Lebaran 2021,” 16 April 2021. [Online]. Available: https://www.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-011781883/pemprov-dki-kaji-penerapan-surat-izin-keluar-masuk-jakarta-terkait-larangan-mudik-lebaran-2021.

[24] S. Wiryono, “SIKM Kemungkinan Berlaku Lagi, Dulu ini Syarat-syaratnya,” 29 Maret 2021. [Online]. Available: https://megapolitan.kompas.com/read/2021/03/29/09523131/sikm-kemungkinan-berlaku-lagi-dulu-ini-syarat-syaratnya?page=all.

 

Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi DKI Jakarta
Penulis: Firmanita Ayuning Putri Rahakbauw dan Rahmat Ismail Renur
Editor: Hepy Dinawati, Dwi Puspita Sari, dan Gagar Asmara Sofa