Ekonomi

Statistik Pelaku Usaha E-Commerce di DKI Jakarta Tahun 2019

Dari seluruh pelaku usaha yang dilakukan pendataan, hanya sekitar 18% pelaku usaha di DKI Jakarta yang telah memulai usaha online (e-commerce)

Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi berdampak pada perubahan di berbagai bidang, seperti sosial, ekonomi, politik, dan budaya, serta berdampak pada perubahan gaya hidup, termasuk pola konsumsi serta cara berjualan dan berbelanja masyarakat. Di era ini, masyarakat memanfaatkan teknologi informasi, komunikasi untuk membeli dan/atau menjual barang dan/atau jasa melalui internet. Fenomena ini dikenal dengan perdagangan elektronik atau e-commerce.

Perdagangan elektronik (e-commerce) adalah penyebaran, pembelian, penjualan, pemasaran barang dan jasa melalui sistem elektronik seperti internet atau televisi, website, dll. E-commerce dapat melibatkan transfer dana elektronik, pertukaran data elektronik, sistem manajemen inventori otomatis, dan sistem pengumpulan data otomatis.

Survei Electronic Commerce (E-commerce) 2019 dilakukan oleh Badan Pusat Statistik yang dilaksanakan pada bulan April – Agustus 2019. Sampel dilakukan pada 3.504 Blok Sensus (BS) konsentrasi dan non konsentrasi terpilih di seluruh Indonesia. Hasil didapat bahwa di DKI Jakarta dari seluruh usaha yang dilakukan pendataan, hanya 18% yang merupakan usaha e-commerce. Hal ini menunjukan bahwa usaha yang dilakukan melalui internet di Indonesia masih tergolong rendah, usaha di Indonesia masih didominasi dengan jenis usaha konvensional.

Berdasarkan hasil pendataan, bahwa paling banyak pelaku usaha memulai usaha e-commerce mereka pada tahun 2017 -2018 sebanyak 36% dan tahun 2019 sebanyak 36%. Hal ini mengingat bahwa usaha online (e-commerce) di Indonesia mulai “menjamur” dan dikenal pada tahun-tahun tersebut.

Jika ditinjau dari lapangan usahanya, kelompok Pengangkutan dan Pergudangan adalah jenis lapangan usaha yang paling banyak melakukan usaha e-commerce sebanyak 37,51%. Lalu disusul kelompok usaha Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Kendaraan sebesar 30,34%.

Nilai pendapatan usaha e-commerce merupakan pendapatan total usaha selama tahun 2018 yang didapatkan dari hasil penjualan baik melalui e-commerce maupun non e-commerce. Dapat dilihat bahwa sebagian besar usaha e-commerce memiliki penghasilan <300 Juta Rupiah sebesar 62,45%. Sementara itu menurut nilai transaksi, pelaku usaha e-commerce memiliki nilai transaksi <300 Juta Rupiah.

Menurut media pemasaran, pelaku usaha e-commerce paling banyak melakukan pemasaran pada metode lainnya  (Whatsapp, email, dll) sebesar 72,35%  lalu website sebesar 14,54%, diikuti dengan marketplace online seperti Tokopedia, Shopee, Bukalapak, Lazada dan OLX. Media sosial pun juga menjadi media pemasaran terbanyak ke-4 yaitu Instagram sebesar 5,75%.

Berdasarkan jenis barang yang dijual, usaha e-commerce paling banyak menjual produk travel sebesar 29,26%, disusul produk makanan dan minuman sebesar 22,08%, jasa lainnya sebesar 20,29% dan sandang sebesar 15,08%. Barang yang paling sedikit dijual di e-commerce adalah produk keuangan seperti saham dan asuransi.

Cash on Delivery (COD) merupakan metode pembayaran dalam usaha e-commerce di DKI Jakarta yang paling banyak disediakan jika dibandingkan dengan metode pembayaran lain. Namun, metode pembayaran digital juga memiliki persentase paling banyak disediakan yaitu melalui akun mobile money (OVO, Dana, LinkAja) sebesar 43,81%, lalu disusul metode kartu debit atau transfer bank online sebesar 37,16%.

Usaha e-commerce menyediakan beberapa pilihan metode pengiriman barang/jasa yang dipesan. Usaha e-commerce di DKI Jakarta paling banyak menyediakan jasa pengiriman barang melalui jasa kurir online seperti GrabExpress atau GoSend dengan persentase sebesar 37,7%. Selanjutnya adalah menggunakan jasa pos/kurir dalam mengirim barang sebesar 27,65%. Namun tidak sedikit penjual yang mengantarkan langsung barang pesanan sendiri sebesar 27,29%.

Sumber : Badan Pusat Statistik
Penulis  : Iqsyan Iswara Putra
Editor    : Hepy Dinawati